TEORI BELAJAR
HUMANISTIK
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar bukan hanya menghafal dan
bukan pula mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan
adanya perubahan pada diri peserta didik. Perubahan sebagai hasil proses
belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuanya,
sikap dan tingkah laku ketrampilan, kecakapanya, kemampuannya, daya reaksinya
dan daya penerimaanya. Jadi, belajar adalah suatu proses yang aktif,
proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada peserta didik. Belajar
merupakan suatu proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui
situasi yang ada pada peserta didik.
Belajar merupakan sebuah proses yang
terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami
setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku,
pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia
tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu
agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti
adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan
tersebut.
Menurut Arden N. Frandsen dalam
Darsono (2001: 192), mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang itu untuk
belajar antara lain adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang
lebih luas, adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
maju, adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan
teman-teman, adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi, adanya
keinginan untuk mendapatkan rasa aman, adanya ganjaran atau hukuman sebagai
akhir dari pada belajar.
Secara
luas, teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau
bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok
manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat
perhatian. Ranah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotor.
Dalam
suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori dan belajar,
secara umum teori belajar dikelompokkan dalam empat kelompok atau aliran
meliputi:
a. Teori Belajar Behavioristik
b. Teori Belajar Kognitifistik
c. Teori Belajar Konstruktifistik
d. Teori Belajar Humanistik.
Salah
satu teori belajar yaitu humanistik yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu
individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Teori ini menyakini bahwa
klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas
terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers,
dalam Sudrajat bahwa teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist
bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien. (Sudrajat, 2013).
Deskripsi
di atas menunjukkan betapa pentingnya mendeskripsikan dan mengkaji teori
belajar humanistik dan implikasinya dalam pembelajaran di tengah kegagalan
pendidikan di Indonesia yang lebih mementingkan dan hanya menjadikan aspek
kognitif sebagai acuan terbesar dalam mengukur kualitas pendidikan di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan pada latar
belakang, dapat diformulasikan permasalahan pokok sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar humanistik?
2. Siapakah tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik?
3. Bagaimana prinsip-prinsip teori belajar humanistik?
4. Bagaimana aplikasi dan implikasi teori belajar humanistik dalam
pembelajaran?
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mendapatkan deskripsi tentang teori belajar humanistik.
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam teori belajar humanistik.
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip teori belajar humanistik.
4. Untuk mendapatkan gambaran tentang aplikasi dan implikasi teori belajar
humanistik dalam pembelajaran.
Sedangkan kegunaan penulisan makalah
ini adalah diharapkan kajian ini dapat menjadi bahan bacaan dalam rangka menambah
wawasan dan khazanah ilmu pengetahuan, khususnya bagi pencinta kajian psikologi
dan sosiologi pendidikan Islam.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Belajar
Humanistik
Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Dalam teori belajar humanistik proses
belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini
sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini
lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya
yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar
dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa adanya, seperti
apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian.. Teori apapun dapat
dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” (mencapai
aktualisasi diri dan sebagainya) dapat tercapai.
Dalam teori belajar humanistik,
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun
ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini
berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya.(Uno, 2006: 13)
Selanjutnya Gagne dan Briggs
mengatakan bahwa pendekatan humanistik adalah pengembangan nilai-nilai dan
sikap pribadi yang dikehendaki secara sosial dan pemerolehan pengetahuan yang
luas tentang sejarah, sastra, dan pengolahan strategi berpikir produktif Pendekatan
sistem bisa dapat di lakukan sehingga para peserta didik dapat memilih suatu
rencana pelajaran agar mereka dapat mencurahkan waktu mereka bagi
bermacam-macam tujuan belajar atau sejumlah pelajaran yang akan dipelajari atau
jenis-jenis pemecahan masalah dan aktifitas-aktifitas kreatif yang mungkin
dilakukan.
Pembatasan
praktis dalam pemilihan hal-hal itu mungkin di tentukan oleh keterbatasan
bahan-bahan pelajaran dan keadaan tetapi dalam pendekatan sistem itu sendiri
tidak ada yang membatasi keanekaragaman pendidikan ini. (Uno, 2006: 13).
Tujuan utama para pendidik adalah
membantu si peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Jadi, teori belajar humanistik adalah
suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan
manusia serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
B. Tokoh Teori Humanistik
1. Carl Rogers
Carl R. Rogers dalam Hadis (2006: 71) kurang menaruh perhatian kepada
mekanisme proses belajar. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi.
Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila
tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena
itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motifasi belajar harus bersumber
pada diri peserta didik.
Roger membedakan dua ciri belajar,
yaitu:
1. Belajar yang
bermakna
2. Belajar yang
tidak bermakna.
Belajar yang bermakna terjadi jika
dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta
didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses
pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek
perasaan peserta didik.
Bagaimana proses belajar dapat
terjadi menurut teori belajar humanisme?. Orang belajar karena ingin mengetahui
dunianya. Individu memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses
belajar dengan caranya sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses
belajarnya berhasil.
Menurut Roger, peranan guru dalam
kegiatan belajar peserta didik menurut pandangan teori humanisme adalah sebagai
fasilitator yang berperan aktif dalam :
1. Membantu
menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif
terhadap belajar.
2. Membantu peserta
didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada
peserta didik untuk belajar.
3. Membantu peserta
didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan
pendorong belajar
4. Menyediakan
berbagai sumber belajar kepada peserta didik
5. Menerima
pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana
adanya. (Hadis, 2006: 72)
2. Arthur Combs
Belajar terjadi bila mempunyai arti
bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak
relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan
karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya
tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu
sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus
memahami perilaku peserta didik dengan mencoba memahami dunia persepsi peserta
didik tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan peserta didik yang ada.
Perilaku internal membedakan
seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa peserta didik mau belajar apabila materi pelajarannya
disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada
materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si peserta
didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi
diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik
pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi
diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh
peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap
perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin
mudah hal itu terlupakan.
C. Prinsip-prinsip Teori Belajar
Humanistik
Pendekatan humanistik menganggap
peserta didik sebagai a whole person atau orang sebagai suatu
kesatuan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya mengajarkan materi atau
bahan ajar yang menjadi sasaran, tetapi juga membantu peserta didik
mengembangkan diri mereka sebagai manusia.
Keyakinan tersebut telah mengarahkan
munculnya sejumlah teknik dan metodologi pembelajaran yang menekankan aspek humanistik
pembelajaran. (Alwasilah, 1996: 23) Dalam metodologi semacam itu,
pengalaman peserta didik adalah yang terpenting dan perkembangan kepribadian
mereka serta penumbuhan perasaan positif dianggap penting dalam pembelajaran
mereka. Pendekatan humanistik mengutamakan peranan peserta didik dan
berorientasi pada kebutuhan. Menurut pendekatan ini, materi atau bahan ajar
harus dilihat sebagai suatu totalitas yang melibatkan orang secara utuh, bukan
sekedar sebagai sesuatu yang intelektual semata-mata. Seperti halnya guru,
peserta didik adalah manusia yang mempunyai kebutuhan emosional, spritual,
maupun intelektual. Peserta didik hendaknya dapat membantu dirinya dalam proses
belajar mengajar. Peserta didik bukan sekedar penerima ilmu yang pasif. (Purwo, 1989: 212)
Beberapa prinsip Teori belajar
Humanistik:
1. Manusia mempunyai belajar alami
2. Belajar signifikan terjadi apabila
materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan maksud
tertentu
3. Belajar yang menyangkut perubahan di
dalam persepsi mengenai dirinya.
4. Tugas belajar yang mengancam diri
ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil.
5. Bila bancaman itu rendah terdapat
pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara.
6. Belajar yang bermakna diperolaeh jika
peserta didik melakukannya
7. Belajar lancer jika peserta didik
dilibatkan dalam proses belajar
8. Belajar yang melibatkan peserta didik
seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
9. Kepercayaan pada diri pada peserta
didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
10. Belajar sosial adalah belajar
mengenai proses belajar.
Roger sebagai ahli dari teori belajar
humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar yang penting yaitu:
1. Manusia itu memiliki keinginan
alamiah untuk belajar, memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan
keinginan yang mendalam untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru.
2. Belajar akan cepat dan lebih bermakna
bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta didik.
3. Belajar dapat di
tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar.
4. Belajar secara
partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif dan orang
belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri.
5. Belajar atas
prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran maupun perasaan
akan lebih baik dan tahan lama.
6. Kebebasan,
kreatifitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan
evaluasi diri orang lain tidak begitu penting. (Dakir, 1993: 64)
D. Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Aplikasi teori humanistik lebih
menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai
metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan
motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta
didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.(Sumanto,
1998: 235)
Peserta didik berperan sebagai pelaku
utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya
sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri, mengembangkan potensi
dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada
proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui
adalah :
1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan partisipasi aktif
peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif.
3. Mendorong peserta didik untuk
mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas inisiatif sendiri.
4. Mendorong peserta didik untuk peka
berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
5. Peserta didik di dorong untuk bebas
mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang
diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6. Guru menerima peserta didik apa
adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara
normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab atas segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan kesempatan murid untuk
maju sesuai dengan kecepatannya.
8. Evaluasi diberikan secara individual
berdasarkan perolehan prestasi peserta didik. (Mulyati,
2005: 182)
Pembelajaran berdasarkan teori
humanistik ini tepat untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi ini adalah peserta
didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi
perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Peserta didik
diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat
orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa
mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau
etika yang berlaku.
E. Implikasi Teori Belajar Humanistik
Penerapan teori humanistik lebih
menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai
metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah
menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi,
kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi
pengalaman belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta didik berperan sebagai pelaku
utama (stundent center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi diri,
mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang
bersifat negatif.
Psikologi humanistik memberi
perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai cara untuk
memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator, yaitu:
1. Fasilitator sebaiknya memberi
perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman
kelas.
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh
dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan
kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari
masing-masing peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi
dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang
bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan
sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para
peserta didik untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri
sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan
di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan
sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik
bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah
mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang peserta
didik yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan
pendangannya sebagai seorang individu, seperti peserta didik yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut
serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan
juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh
saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik
9. Dia harus tetap waspada terhadap
ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama
belajar
10. Di dalam berperan sebagai seorang
fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima
keterbatasan-keterbatasannya sendiri. (Dakir,
1993: 65).
Ciri-ciri guru yang fasilitatif
adalah :
1. Merespon perasaan peserta didik.
2. Menggunakan ide-ide peserta didik
untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang.
3. Berdialog dan berdiskusi dengan
peserta didik.
4. Menghargai peserta didik.
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir
peserta didik (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari peserta
didik).
7. Tersenyum pada peserta didik. (Syaodih, 2007: 152)
Guru-guru cenderung berpendapat bahwa
pendidikan adalah pewaris kebudayaan, pertanggungan jawaban sosial dan bahan
pembelajaran yang khusus, mereka percaya bahwa masalah ini tidak dapat di
serahkan begitu saja kepada peserta didik.
III. PENUTUP
Dari deskripsi yang dikemukakan pada
pembahasan, dapat dikemukakan beberapa poin penting sebagai kesimpulan, yaitu:
1. Teori Belajar Humanistik adalah suatu
teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana memanusiakan manusisa
serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya.
2. Tokoh dalam teori ini adalah C. Roger
dan Arthur Comb.
3. Aplikasi dalam teori ini, peserta
didik diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau
etika yang berlaku serta guru hanya sebagai fasilitator.
4. Teori belajar humanistik merupakan
konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia.
Berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka
punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Teori humanisme ini cocok untuk
diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.
DAFTAR PUSTAKA
-
Dakir, Dasar-dasar Psikologi. Jakarta: Pustaka Pelajar, 1993.
-
Darsono, Max. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang
Press. 2001.
-
F., Azies dan A. Chaedar Alwasilah, Pengajaran Bahasa Komunikatif; Teori
dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1996.
-
Hadis, Abdul. Psikologi Dalam Pendidikan. Bandung:
Alfabeta, 2006.
-
Mulyati, Psikologi Belajar. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
2005.
-
Purwo, Bambang Kaswanti. (ed.).PELLBA 2: Pertemuan Linguistik Lembaga
Bahasa Atma Jaya. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya. 1989.
-
Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1998.
-
Sudrajat, Ahkmad. Media Pembelajaran. Artikel. Diakses di Error! Hyperlink reference not valid. , tanggal 20 Mei 2013.
-
Sukmadinata, dan Nana Syaodih. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Cet. IV, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
-
Suprobo, Novina. Teori Belajar Humanistik. Diakses
di Error! Hyperlink
reference not valid. tanggal 12 Mei
2013.
-
Uno, Hamzah B. Orientasi Baru Dalam Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Bumi aksara, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar